Selasa, 27 April 2010

REVIEW FILM KICK ASS [2010] - (Best Film Of The Month)

Pemain : Aaron Johnson [Kick Ass/Dave Lizewski], Chloe Moretz [Hit Girl], Nicholas Cage [Big Daddy], Mark Strong [Frank D'Amico], Red Mist [Christoper Mintz-Plasse], Garet M. Brown [Mr. Lizewski], Lyndsy Foncesca [Katie Deauxma], Clark Duke [Marty], Evan Peters [Todd], 
Sutradara : Matthew Vaughn
Naskah : Matthew Vaughn dan Jane Goldman
Tanggal Rilis : 16 April 2010 [USA]
Genre : Action, Crime, Thriller, Superhero
Tagline : "I can't read your mind, but I can kick your ass"
Durasi : 117 Menit
Distributor : Marv Films

Mungkin banyak manusia didunia ini yang mempunyai naluri untuk menyelamatkan orang dan lingkungan sekitar yang sedang mengalami masalah dan kesulitan, entah dalam bentuk mengikuti organisasi, komunitas, dan bahkan menjadi sesuatu yang absurd sekalipun yaitu menjadi pahlawan. Dave Lizewski adalah salah satu yang mempunyai impian seperti itu, namun Dave bukanlah seorang yang kebetulan digigit serangga, berasal dari planet lain, atau kena radiasi, serta juga bukan seorang yang berasal dari keluarga yang kaya raya hingga mampu untuk melawan penjahat dengan seabrek gadget super canggih bin super mahal, Dave hanya pemuda cupu yang suka berkhayal main kuda-kudaan dengan perempuan cakep yang sering dilihatnya di internet, suka baca komik, punya 3000 teman dunia maya di myspace, dan mempunyai dua teman "nyata" yang juga sama-sama nerd. itulah babak pertama untuk mengawali cerita dari film remaja bergenre superhero berjudul Kick Ass.

Premis sederhana namun menunjukkan sebuah realitas unik diatas masih berlanjut saat Dave berusaha memantapkan hati untuk menjadi pahlawan, memesan kostum lewat situs dan mencoba menjajalnya di atas atap hingga merangkai kata-kata untuk dipergunakan dilapangan saat menghadapi penjahat. namun sial, keyakinan menyenangkan menjadi pahlawan tidak sama dengan keadaan yang sebenarnya. Kick Ass a.ka Dave Lizewski malah babak belur dihajar preman yang kebetulan berusaha mencuri sebuah mobil, bukan hanya babak belur karena dihajar, Dave malah ditusuk plus ditabrak kendaraan hingga harus dilarikan kerumah sakit. alas, Dave ternyata belum kapok juga dengan profesinya ini. saat berusaha menolong sebuah kucing yang sudah susah payah dicarinya dengan cara menanyakannya pada setiap orang yang dia temui dipinggir jalan, tanpa sengaja pula dia mendapati seorang yang ingin dihajar oleh sekwanan preman. inilah pembuktian seorang pahlawan, kebetulan pula aksi mustahil ini direkam oleh "penonton" yang berada dilokasi tempat kejadian dan disebar diinternet. jadilah Kick Ass terkenal sebagai pahlawan yang ditonton lebih dari 25 juta orang di situs Youtube, berita TV, dan akhirnya menjadi seterkenal Superman dan Batman ditoko-toko komik dan aksesoris seantero negeri.

Dari sinilah film ini menjadi lebih seru dan spektakuler, layaknya masakan. maka kurang lengkap bila tidak ada bumbu penyedap yang membuat kita ketagihan dan berasa nikmat, lalu datanglah masalah lain yang turut serta memperkeruh kepopuleran kisah Kick Ass ini. bahkan cerita selanjutnya bagi gue sedikit agak melenceng dari pakem awal, ada Hit Girl dan Big Daddy yang merupakan anak-ayah yang menurut gue bukanlah sepasang pahlawan melainkan orang yang hanya ingin membalas dendam atas peristiwa masal lalu saja, ada pula Frank D'Amico dan Red Mist yang juga ayah-anak yang kaya raya serta memiliki akal busuk akibat koneksinya dengan pejabat dan aparat pemerintah dan Red Mist yang manja namun ingin menjadi tokoh pahlawan, serta kisah cinta antara Dave dan Katie. melencengnya cerita disini adalah fokus aksi selanjutnya yang banyak mengisahkan tentang dendam Big Daddy dan Hit Girl terhadap Frank D'Amico. secara umum kisah yang dibawa memang cukup baik dan tidak bertele-tele, penyisipan komedi dan aksi yang enerjik berkat tambahan soundtrack membantu ketegangan yang dibangun, yang membuat kurang hanya peralihan dari fokus cerita tadi. dari pertengahan sejak kemunculan Hit Girl, Kick Ass serasa sudah di "kick" oleh Hit Girl dengan dominasi aksinya yang seru namun mengandung kata-kata kotor plus adegan kasar yang terlihat terlalu sadis hingga film ini usai. oh ya adegan penculikan yang kemudian disiarkan langsung di televisi mengingatkan gue sama film The Dark Knight, saat joker mengancam supaya Batman menampakkan siapa yang berada dibalik topeng. nah, apa peran Red Mist difilm ini ?? seperti halnya film The Incredibles, peran Red Mist kurang lebih seperti The Syndrom dan mungkin itulah yang disiapkan sebagai sekuel selanjutnya.

Dari jajaran pemain senior, meskipun gue sebenarnya tidak begitu suka apalagi mengidolakan Nic Cage, namun aktingnya disini lumayan baik. Mark Strong mengubah pemikiran gue dan akan selalu memandangnya sebagai aktor khusus villain, hal ini disebabkan akhir-akhir ini dia selalu menjadi tokoh antagonis, disini dia pun bermain sangat baik sebagai penjahat. akting Aaron Johnson malah selalu ditutupi oleh bayang-bayang akting dari Chloe Moretz, sperti Dakota Fanning dan Abigail Breslin diawal kemunculannya, Moretz lewat film ini gue yakin dia akan menjadi bintang baru dengan film bagus kedepannya menggantikan dua tokoh cewek diatas yang kini sudah beranjak dewasa, sebuah awal yang baik saya pikir. Matthew Vaughn berhasil mengangkat komik Kick Ass ke layar dengan baik, setelah sebelumnya agak mengecewakan saat menangani Layer Cake dan Stardust. sutradara yang tahun depan siap meroketkan X-Men : The First Class ini terbukti mampu meramu ketegangan dan komedi dengan komposisi yang pas, hal ini menjadikan gue begitu optimis dengan proyek X-Men tersebut serta kabar sekuel Kick Ass ini tahun 2012 mendatang.

Overall, meski dinilai terlalu dini. namun gue sangat suka sama film ini begitu pula dengan Iron Man, Batman versi Nolan, Watchmen, dan Superhero The Movie yang kesemuanya bukan dari planet lain dan tidak memiliki kekuatan yang aneh-aneh bin nggak amsuk akal [kecuali karakter Dr. Manhattan dalam film watchmen] dan bukan tidak mungkin menjadi film luar terbaik sekaligus menghibur tahun 2010 selain My Name is Khan, Shutter Island, Ip Man 2, Green Zone, How To Train Your Dragon, dan Iron Man 2 yang gue tonton hingga hari ini. kelebihan film ini datang dari cerita yang fresh, karakter yang menarik, dan action yang entertaining, tidak seserius Batman dan tidak seringan Superhero The Movie. takarannya pas dengan imbuhan semangat muda yang enerjik, sebuah film pahlawan tanpa embel-embel "super" yang sangat direkomendasikan untuk ditonton.

Rating :
1.2.3.4.5.6.7.8.9.10

Jumat, 23 April 2010

REVIEW FILM : THE LOVELY BONES - [2009]

Nah hasrat nonton film Lovely Bones sedari dulu akhirnya sukses juga, puas rasanya mengingat saya selalu mengagumi semua karya Peter Jackson sebelum film ini. Resolusi yang ingin diwujudkan oleh Sutradara yang kerap memakai teknology digital dalam setiap karyanya ini mungkin direspon kurang positif oleh penggemarnya, nama besar Lord Of The Ring dan Kingkong jelas menjadi batu sandungan yang akan selalu menghantui segala aspek kemungkinan terburuk dari drama adaptasi karangan Alice Sebolt ini. okelah Kingkong kita singkirkan terlebih dahulu meski film monyek raksasa tersebut masih sangat megah kecuali naskahnya yang berada pada level aman, adaptasi sebelumnya sungguh merupakan mahakarya yang terus terang berbeda level bila harus disandigkan dengan film Lovely Bones ini. namun usaha keras itu bukannya tidak ada, kisah tentang Sussie yang kental dengan aroma drama pembunuhan ini diterjemahkan dengan sangat baik, padaahal secara cerita sebenarnya agak sederhana. point possitif karya Peter Jackson ini [juga dalam versi Kingkong] terletak pada visualisasi mewah tiap scene yang dibangun sesuai suasana hati pemainnya.

 .
Pemain : Mark Wahlberg, Susan Sarandon, Rachel Weisz, Stanley Tucci, Saouirse Ronan, Michael Imperioli, Jake Abel, Amanda Michalka.
Sutradara : Peter Jackson
Naskah : Fran Walsh dan Philippa Boyens
Tanggal Rilis : 7 April 2010 [Indonesia]
Durasi : 136 Menit
Jenis : Drama, Fantasy, Thriller
Tagline : The Story Of A Life And Everithing That Came After
Distributor : Dreamwork SKG
.
Sinopsis : Susie Salmon (Saoirse Ronan) sebenarnya hanya ingin mencari jalan paling singkat menuju rumahnya saat pulang sekolah. Celakanya ide sederhana ini berubah menjadi malapetaka ketika ia bertemu George Harvey (Stanley Tucci), tetangga Susie yang ternyata adalah seorang psikopat. Sayang semuanya sudah terlambat. George lantas memperkosa Susie dan menghabisi gadis belia ini. George kemudian memotong-motong tubuh Susie dan membuangnya di sebuah lubang di tempat yang terpencil. Tubuh Susie tak pernah ditemukan kecuali sepotong tangan yang tercecer saat George membuang tubuh Susie. Pasca kematian Susie ini, keluarga Susie mulai didera perasaan bersalah. Perlahan keluarga yang semula harmonis ini mulai terpecah belah. Jack (Mark Wahlberg), ayah Susie mulai sering mengurung diri sementara Abigail (Rachel Weisz), ibu Susie mulai dekat dengan detektif Len Fenerman (Michael Imperioli) yang menyelidiki kasus kematian Susie. Pada saat petunjuk mengenai kematian Susie mulai terungkap, George Harvey telah lama menghilang sementara keluarga mendiang Susie pun sudah terpecah-belah.

Review : Tidak ada yang keliru memang bila Peter mengangkat tema Drama, namun jujur bukan disinilah bidang Peter. meski baik LOTR maupun Kingkong masih berbau drama, tapi berbeda dengan drama yang diracik disini, film ini serasa kehilangan sentuhan Peter yang megah dan raksasa tanpa ada monster ganas seperti dalam LOTR dan tidak ada dinosaurus ngamuk seperti dalam Kingkong, jelas pilihan bangting setir ini bagi saya hanyalah uji coba dari Peter Jackson saja dengan bermain-main diluar kebiasaannya. akting pemainnya lantas hanya mengandalkan sussie seorang, Mark Walhberg tidak berkembang meski dibeberapa bagian terlihat menonjol. Susan Sarandon dan Rachel Weisz bermain baik namun masih berada dibawah film-film yang pernah membuatnya tenar sebelumnya, Stanley Tucci malah terlihat paling mempunyai greget dengan sifatnya yang misterius namun ternyata psikopat dan pelaku pelecehan seksual. Overall, mungkin meski hal ini tidak akan dipertahankan oleh Peter [semoga saja demikian] hemat saya, sebaiknya Peter menjauhi tema drama "sederhana" seperti ini. meski tetap karya yang satu ini tidak boleh dilewatkan begitu saja, namun gebrakan selanjutnya setidaknya jangan kemabli bermain-main dengan genre drama yang terbukti tidak laris dipasaran ini. Peter mungkin sudah kapok, dan hebatnya proyek Tintin dan The Hobbit bersama Steven Spielberg dan Guillermo Del Toro akan menandai kembalinya sang sutradara ke jalan yang benar yaitu fantasy.

REVIEW FILM : SHUTTER ISLAND - [2010]

Cast : Leonardo DiCaprio (Teddy Daniels), Mark Ruffalo (Chuck Aule), Ben Kingsley (Dr. Cawley), Max Von Sydow (Dr. Naehring), Michelle Williams (Dolores Chanal), Jackie Earle Haley (George Noyce).
Sutradara : Martin Scorsese
Naskah : Laeta Kalogridis dan Dennys Lehane
Tanggal Rilis : 3 Maret 2010 [Indonesia]
Durasi : 138 Menit
Genre : Crime, Drama, Mystery, Thriller,
Tagline : Someone Is Missing
Distributors : Paramount Picture

Review : Akhirnya nonton juga film ini, setelah menunggu lama dan setelah makin penasaran karena membaca ulasan baik dari blog film tetangga sebelah maupun media cetak seperti majalah film hasrat untuk nonton film ini makin serius saja. Martin Scorsese adalah sutradara yang sangat perfeksionis untuk urusan kualitas filmnya, tengok saja vitamin yang selalu diberikannya pada karya sebelum film ini kelar. rata-rata semuanya kelas A dan dipastikan selalu berujung pada acara festival bergengsi sedunia, hebatnya lagi kini dia memiliki anak asuh yang sangat tepat bernama Leonardo DiCaprio yang tak pernah bermain cetek disetiap filmnya kecuali The Beach yang memang rusak parah dari berbagai sisi. jelas kolaborasi keduanya merupakan tambang emas yang sangat berkualitas tinggi untuk kemudian dinikmati dalam sajian seni yang pekat dengan makna, meski terdengar terlalu serius. namun tidak melulu membuat film ini harus dihindari oleh penonton umum mengingat pembuktian kali ini adalah penguasaan tangga Box Office yang perkasa sebelum beberapa film popcorn datang menjegalnya, hal ini juga menjadi ending yang sama dengan The Departed yang juga laris manis dipasaran sekaligus berkualitas tinggi yang sanggup memenangkan berbagai piala bergengsi semacam Oscar.

Sinopsis : Film ini secara umum (21cineplex.com) Tahun 1954, dua Marshall Amerika menyelidiki hilangnya salah seorang pasien di rumah sakit para tahanan disebuah pulau di Massachusetts. Mereka menemui banyak rintangan saat mereka menginterogasi kepala rumah sakit, badai dahsyat dan semua keganjilan-keganjilan disekitar rumah sakit tersebut.


Keganjilan demi keganjilan yang datang menuruni setiap scene film ini terlihat begitu fantastis dengan penghayatan tingkat tinggi dari semuar element dalam filmnya, Leonardo bermain terbaiknya sebagi Teddy disini. kualitas aktingnya begitu baik sejajar dengan performa sebelumnya dalam Revolutionary Road, The Departed, dan Blood Diamond. selain Leo, hampir semua pemain begitu sempurna dalam penghyatan karakter yang diembannya, terhitung mulai Mark Ruffalo, hingga Haley yang sebentar lagi akan kita lihat lagi aktingnya dalam Nightmare On Elm Street sebagai Freddy. selain cerita dan kualitas Akting dari pemainnya, film ini juga sangat mengusung suasana noir yang kental dan detail. iringan musik score dan beberapa penggalan lagu klasik membuat tingkat kemisteriusan film ini makin terjaga dengan baik untuk mengantarkan penonton pada ending yang yang kerap membuat orang takjub tentang apa yang sebenarnya terjadi, penggambaran halusinasinya juga begitu indah sekaligus menakutkan dan mencekam untuk kita dalami.

Overall, terlalu lebay memang jika kita menanjungnya setinggi langit. namun hal itu kemudian dapat dimaklumi mengingat keakuratan dan tingkat detail yang diberikan begitu hangat dan sangat berkualitas melebihi ekspektasi penonton sebelumnya, untuk malasah ending 20 menit terakhir dalam film ini bukanlah masalah hal itu kemudian seperti gampang ditemukan kunci jawabannya. namun perjalanan menuju ending dari awal film ini membuat kita bilang bahwa inilah mahakarya berkualitas yang patut diapresiasi lebih mengingat tiap jengkal dari kisahnya dibuat setulus hati hingga berdampak manis yang akan dikenang oleh penonton setidaknya satu dekade kedepan. Jelas Film ini sangat direkomendasikan untuk ditonton bila bioskop di daerah masih memutarnya, dan kemudian dikoleksi untuk konsumsi home video pada saat perilisan DVD/BD originalnya kelar nanti..


REVIEW FILM : THE BOOK OF ELI - [2010]

Bagi saya tidak banyak aktor kulit hitam yang minimal baik secara akting maupun memiliki popularitas sebagai aktor favorit, dan jelas Denzel Washington berada dalam list pemain kulit hitam paling top selain Will Smith dalam dunia perfilman. film The Book Of Eli yang sedianya dirilis januari yang lalu memang menajdi incaranku sebagai film pembuka tahun 2010 selain Edge Of Darkness yang sudah sukses saya tonton awal tahun tersebut, namun ternyata khusus film Washington ini mengalami penundaan dalam perilisannya di Indoensia.

Secara umum film ini bercerita tentang (21cineplex.com) suatu masa di masa depan, tiga puluh tahunan setelah perang terakhir, seorang pria berjalan kaki menyusuri kota mati yang dahulunya adalah Amerika. Jalanan menjadi milik kelompok-kelompok jahat yang sanggup membunuh demi sepasang sepatu, seteguk air atau demi tanpa apa pun. Namun kekuatan mereka tidak sebanding dengan musafir ini. Seorang ksatria dengan sebuah tugas, Eli (Denzel Washington) mencari kedamaian, namun jika ditantang, ia akan mengalahkan semua penyerangnya sebelum mereka sadari kesalahan mereka. Bukan nyawanya yang ia jaga melainkan harapan untuk masa depan, sebuah harapan yang ia bawa dan lindungi selama tiga puluh tahun. Dorongan komitmen dan kepercayaan yang lebih besar dari yang ia miliki, Eli melakukan apa yang seharusnya ia lakukan dan terus menerus. Hanya ada satu lawan yang mengetahui kekuatan Eli, dan ia ingin merebutnya yaitu Carnegie (Gary Oldman), raja egois yang memimpin kota para pencuri dan penembak. Sementara itu, anak angkat Carnegie, Solara (Mila Kunis) terpesona oleh Eli karena alasan lain visi yang ditawarkan Eli melebihi yang dimiliki ayah tirinya. TIdak mudah mengalahkannya. Tidak ada tidak seorang pun dapat menghalanginya. Eli harus mencapai tujuannya dan membawa bantuan bagi umat manusia

Film ini pada awalnya memiliki pemandangan khas film lain yang beraroma post-apocalyptic atau jaman pasca kiamat semisal I Am Legend, The Road, Terminator Salvation, Waterworld, dan lain lain, kelebihan film ini mungkin terlihat pada imbuhan action dari Denzel dengan kelompok manusia yang semakin kanibal tersebut. konsep cerita yang bawa oleh film ini sedikit mengarah pada sisi religius dan mungkin lebih tepat sebagai film religius namun dengan tambahan action didalamnya, perjuangan Eli untuk melindungi buku ini sebenarnya cukup aneh apabila dia kemudian bertujuan untuk membuat manusia kembali menjadi manusia dan memiliki rasa kemanusiaan mengingat kondisi pasca kiamat di film ini menggambarkan manusia-manusianya memiliki cara berfikir yang instan dan primitif semenjak makin berkurangnya harapan untuk bertahan hidup secara standard semisal makan minum dan lainnya. imbuhan action jelas berpengaruh terhadap hasil akhir dari film ini, terlihat meski sedikit namun gaya "perang" yang diperlihatkan cukup maksimal ditengah dunia yang sudah tidak terurus dan sangat muram durja ini. Menilik kualitas acting terutama untuk Denzel Washington, dia bermain baik disini meski bagi saya masih berada jauh dibawah Indside Man [2006] dan berselisih tipis dengan American Gangster [2007]. dengan pakaian lusuh dan bibir kering serasa sudah berhari-hari belum minum namun memiliki insting bertarung yang jujur sangat hebat untuk kalangan orang yang sedang dilanda dehidrasi, Gary Oldman juga bermain bagus di film ini dan ternyata juga sanggup bermain dikarakter jahat yang berbanding terbalik dengan peran sebelumnya dalam film The Drak Knight [2008]. yang terlihat kurang mungkin akting Mila Kunis yang hanya kebagian peran "pemanis" dalam film ini, karakternya kurang berkembang meski cukup sentral dari awal hingga akhir selain kedua aktor diatas.

Overall, sangat disayangkan memang Denzel Washington mau terlibat dalam film ini mengingat temanya yang agak popcorn meski secara spesifik masih original terutama bagian pengembaraan ini setidaknya sebelum film ini belum ada yang mengangkat tema religius pasca kiamat, bagaimanapun Denzel tetap menjadi penyelamat film ini layaknya I Am Legend yang terlselamati oleh Will Smith tempo hari. dan bahkan beberapa pengamat mengatakan bahwa film The Book Of Eli merupakan salah satu film terburuk milik Denzel Washington, namun apapun itu film ini masih memiliki point positif. agak kurang begitu recomended kecuali bila anda memang menyukai kisah post apoclypstic semisal knowing dan kawan-kawannya.

Pemain : Dnezel Washington, Gary Oldman, Mila Kunis, Ray Stevenson, Jennifer Beals, Frances De La Tour, Micahel Gambon.
Sutradara : Albert and Allen Hughes
Durasi : 117 Menit
Penulis Naskah : Gary Whitta
Produser : Joel Silver, Denzel Washington, Susan Downey.
Distributor : Columbia Pictures
Homepage : http://thebookofeli.warnerbross.com/


Kamis, 22 April 2010

BIOSKOP NEW KUSUMA JEMBER, KOMERSIALISME PRODUK IDEALIS YANG TERLUPAKAN

Memaknai Film, Memaknai Bioskop Sebagai Media Film : Refleksi Tentang Bioskop Kusuma Jember dan Komersialisme Produk Idealis Yang Terlupakan

Jack Sully : [to Tsu'tey] With your permission, I will speak now. You would honor me by translating.
[to the assembled Na'vi] 

Jack Sully : The Sky People have sent us a message, that they can take whatever they want. That no one can stop them. Well, we will send them a message. You ride out as fast as the wind can carry you. You tell the other clans to come. Tell them Toruk Makto calls to them! You fly now, with me! My brothers! Sisters! And we will show the Sky People, that they can not take whatever they want! And that this, this is our land! 

Itulah petikan kalimat yang diucapkan oleh Jack Sully [Sam Worthington]  sesaat sebelum perang akbar antara klan Manusia dan Klan Na'vi dimulai, dengan iringan nada patriotisme a la Planet Pandora Jack mulai mengumpulkan seluruh prajurit untuk berperang melawan Manusia. Gemuruh genderang peperangan memenuhi salah satu diantara dua studio yang ada di Bioskop Kusuma hari itu. adegan tersebut adalah salah satu adegan dalam film Avatar yang disutradarai oleh James Cameron yang sukses menghajar tangga Box Office sebagai film berpenghasilan tersukses sepanjang masa, gue nonton film ini untuk kedua kalinya setelah pertama liat di bioskop 3D di Sutos XXI tanggal 17 Desember 2009 yang lalu.

Nah, Mengawali tulisan ini rasanya tidak berlebihan bila kita menyebut bahwa bioskop New Kusuma Cineplex merupakan Satu-satunya Bioskop yang masih "bertahan" di di Kabupaten Jember, mengingat memang tidak ada lagi bioskop lain yang ada dikota ini. Bisokop Kusuma berada di Jalan Gatot Subroto dan berada ditengah kota namun dalam lokasi yang relatif sepi membuatnya agak susah dicari terutama bagi mereka yang belum mengerti jalur dalam kota atau mereka yang datang dari luar kota, Bioskop Kusuma juga merupakan Cagar Budaya berupa bangunan kuno jaman dahulu yang tetap dipertahankan dibagian depan gedungnya. meski mengalami perubahan manajemen dan pemilik, bangunan bioskop ini tetap dipertahankan keasliannya seperti bisokop Metropole Jakarta yang juga menempati gedung tua. dalam perjalanan sejarahnya, awalnya bioskop ini hanya menggunakan satu layar alias satu studio, namun setelah beberapa waktu sempat mati suri karena kurangnya minat penonton, kemudian Bioskop ini diambil alih menejemennya dan seketika itu pula berubah bentuk (bagian dalamnya) menjadi dua ruang/studio serta berganti nama menjadi New Kusuma Cineplex. rata-rata jam putar bioskop ini adalah Jam pertama pukul 15.00, jam kedua jam 17.00, dan jam ketiga adalah jam 19.00, khusus hari minggu ada tambahan show pagi yaitu jam 10.00. dan untuk judul filmnya, sebelum menjadi "New", Kusuma sering menjual film-film panas untuk menjaring penontonnya agar bertahan. namun sejak penambahan "New", maka filmnya pun lebih up to date meski tetap telat dari Bioskop di kota besar lainnya semisal 21 dan Blitz.

Merunut Tulisan diatas, kata bertahan bagi saya memang sangat memprihatinkan mengingat jika kita melihat hal ini dengan dunia luar yang lebih eksis, bioskop merupakan produk komersial yang selalu dikaitkan dengan perkembangan teknology dan gaya hidup. mungkin memang kurang berpengaruh besar, namun dampak dari publisitas strata dengan gelar absurd bernama artis tidaklah luput dari bayang-bayang bernama film hingga kemudian kata gaul dan modern selalu tampak dengan cara mengekori segala atribut yang dipopulerkan di dalamnya. Melihat Bioskop, dalam era modern ini tentu kita akan langsung menyebut 21 Cineplex dan Blitz Megaplex sebagai kosa kata paling populer. Jaringan bioskop yang sudah kesohor diseluruh Indonesia ini sudah banyak merambah  daerah potensial untuk kemudian ditempati sebagai marketnya, untuk sementara pengecualian kita sematkan kepada Blitz yang memang masih berkutat di daerah Jabodetabek dan Bandung. untuk 21 atau yang lebih premium adalah XXI, jaringan bioskop ini sudah banyak menempati daerah kota besar dijawa dan luar jawa. Jember pun dahulunya juga pernah disinggahi oleh jaringan bioskop yang diprakarsai oleh Subentra Group yang kini telah memiliki 560 layar di 31 kota tersebut, namun karena beberapa hal lain kemudian bioskop ini berhenti beroperasi.

Jember bagi saya bukanlah sebuah kota kecil yang tidak pernah mendapatkan publikasi "wah" secara nasional, dunia mode setiap tahun selalu melihat Jember sebagai pendobrak anggapan pesimis yang sebelumnya mungkin sering terlontar. BBJ atau Bulan Berkunjung ke Jember merupakan program pemerintah untuk mendatangkan minat wisatawan ataupun pebisnis luar untuk datang dan menghabiskan uangnya dijember, meski cukup aneh karena memberi saya sebuah kesimpulan bahwa orang jembernya serasa kurang mampu untuk membelanjakan uangnya atau semakin banyaknya orang jember yang menghabiskan waktu dan uangnya diluar jember, namun usaha pemerintah yang juga telah menghabiskan dana yang besar tersebut patut pula kita hargai. namun yang sangat disayangkan di jember ini adalah peran pemerintah untuk memasyarakatkan film dalam bentuk "kembali ke bioskop" ternyata masih sangat kurang, padahal kita ketahui daerah ini pernah mempopulerkan artis film semisal Dewi Persik, Nadine Candrawinata, dan Opick yang beberapa waktu yang lalu membintangi sebuah film, bahkan film documenter tentang Jember Fashion Carnaval sukses masuk finalist film terbaik dalam acara Eagle Award beberapa waktu yang lalu. hal ini menandakan bahwa orang film atau pelaku film didaerah yang terkenal dengan makanan bernama suwar-suwir ini secara kuantitas dan kualitasnya juga nggak kalah dengan daerah lain.

Gedung Bioskop Kusuma lama

Menyinggung tentang persaingan dibidang perfilman, bagi saya hal itu bukanlah kendala yang berarti bioskop harus menyingkir dari peredaran. hal ini yang membuat saya terenyuh melihat fakta yang mengatakan bahwa produk DVD bajakan adalah biang keladi yang membuat mundurnya bisokop sebagai tempat hiburan bernama film, karena film memiliki pasar yang berbeda-beda. saya mengenalnya dengan sebutan proses, proses disini memiliki waktu dan tempat yang berbeda pula. ada bioskop sebagai media pertama, kemudian home video yang kemudian dibagi dua yaitu beli produk film atau sewa film dirental penyewaan. untuk masalah produk bajakan khsusunya DVD, di jember sekarang memang sudah berkurang dan bahkan hilang dari ingatan. Seiring berkembangnya teknologi, kemudian pengalihan kesalahan berpindah ke warung internet atau warnet yang banyak menyediakan film-film bajakan yang dapat diunduh secara gratis.

Kembali keatas, hal ini tetap bukan berarti bioskop harus mati. kita lihat di kota besar, apakah Produk bajakan sudah punah? apakah koneksi internet untuk mengunduh film bajakan lebih lemah dari kota yang berada di pinggiran seperti Jember? tentu jawabannya malah terbalik tapi mengapa bioskop 21, XXI, atau bahkan Blitz makin banyak jumlahnya? bukankah seharusnya lebih sedikit? bahkan kemaren sewaktu lihat film Green Zone dan Clash Of The Titans di salah satu mall di Surabaya, pas sebelah gedung bioskopnya ada kios yang terang-terangan jual DVD bajakan dan bahkan untuk dua judul yang saya liat tersebut sudah ada disalah satu rak deretan DVD New Release-nya. namun terbukti di bioskop tersebut masih dipenuhi oleh sesak penonton, nah berkaca kepada hal tersebut apakah DVD bajakan masih menjadi pengganggu hiburan bioskop? Mengetahui fakta seperti itu kita lalu bertanya, mengapa demikian? saya tidak perlu menjawab pertanyaan konyol tersebut karena saya menyadari bahwa pasar bioskop memiliki perbedaan. kita datang ke bioskop itu adalah sebuah ritual, kita datang, beli tiket, bercengkrama nunggu film diputer, terkadang beli popcorn, gelap, dan sound system yang akurat dan menggelegar. hal itu tentu tidak kita temui saat nonton dirumah, apalagi dalam bentuk film bajakan yang kualitas suara dan gambarnya sangat menyedihkan. dari bioskop kita mendapatkan social moment, kita bisa bersilaturahmi bersama teman, reuni dengan mengadakan nonton bareng, dan bentuk komunikasi sosial lainnya.

Namun terjadi ketimpangan ketika kita menyinggung soal film di kota ini, produk seni komersial bernama bioskop serasa bukan bagian dari gaya hidup yang berbanding sangat terbalik dengan yang sekarang menjangkiti muda-mudi dikota besar seperti Surabaya, Bandung, dan Jakarta misalnya, meski tidak ingin terlalu memojokkan produk bajakan yang memang sudah sangat berkurang dipasaran, namun budaya untuk menjadikan bioskop sebagai buah ritual untuk nonton film memang sudah tergerogoti dan kemudian hilang sama sekali di kota ini. saya lalu menyimpulkan hal yang berbeda tentang fenomena yang sebenarnya terjadi disini, masyarakat Jember sudah terbiasa dicekoki oleh produk bajakan dan nyewa film di rental ketimbang rela merogoh koceknya untuk selembar tiket bioskop. sangat disayangkan bila hal ini terus menerus dibudayakan, apalagi bila sampai ada yang menyebutkan nonton film dibioskop tidak gaul dan dicap kuno. bahkan sempat ada yang menentang karena Kusuma sering menayangkan film panas yang kini sudah mulai dikurangi. fenomena seperti ini memang sedang booming secara nasional, meski hemat saya adalah bukan bioskopnya yang harus menangggung semua kesalahan namun lebih kepada sang pembuat dan para produsernya yang harus didatangi. hal tersebut memiliki pengertian demikian karena bisokop itu bukan pembuat film dan bukan pula pengedar film, bisokop tersebut cuma menerima film dan kemudian diputar.

Bahkan perlu diketahui pula, peraturan pemerintah malah mewajibkan bioskop untuk lebih banyak memutar film nasional ketimbang film impor. ini yang membuat saya bingung, disatu sisi dihujat karena film produksi nasional kebanyakan bertema horror-komedi-esek esek disisi lain kita mau tidak mau harus nonton film bertema tidak mendidik seperti itu. jadi akhirnya akan menjadi komedi ketika film Paku Kuntilanak, Air Terjun Pengantin, dan Suster Keramas laris manis dipasaran, mengingat hal itu lebih wajib ditonton ketimbang film Shutter Island dan Ghost Writer yang memang berkualitas bagus tapi produk impor. saya memang tidak ingin bicara naif ketika disodorkan film panas sperti tiga judul film yang sudah saya sebut diatas, namun sebagai penikmat film saya kecewa bila film tersebut lebih diprioritaskan. mungkin cuma saya saja yang malu melihat film tersebut karena terbukti film seperti itu terus dibuat karena alasan masih sangat banyak yang akan nonton dan itu terbukti.

Mengenai keterlambatan pasokan film memang diakui hal ini sangat sulit untuk diselesaikan, namun jalan menuju kesana bisa positif bila ada profesionalisme dalam menejemen bioskopnya. seperti yang kita tau bahwa pemilik filmnya lah yang mengedarkan film bukan pemilik bioskop, makanya profesionalisme pemilik bioskop dituntut untuk terus membenahi diri supaya ada kepercayaan dari distributor film. dalam peredaran secara nasional pun para distributor juga melihat bioskopnya, dalam artian bioskopnya pun memiliki kriteria sebuah film tersebut cocok apa tidak untuk diputar di bioskop tersebut. bila anda sering membuka situs bioskop 21 dan Blitz, disana ada perbedaan pasar tentang film apa yang pantas dan kemudian mendapatkan penonton lebih dari bioskop tersebut. tentu dari sanalah perbedaannya, karena bioskop dan produser film juga melihat pasar. bila pasarnya menarik, maka disanalah film mereka akan muncul setidaknya untuk yang pertama kali. dan seperti yang kita ketahui sangat jarang bioskop selevel XXI memutar film lokal, pengecualian bila film tersebut memang masuk dalam kategori most anticipated movie.

Jadi sebenarnya bukan berarti para distributors tersebut pelit untuk langsung mengekspor filmnya ke bioskop daerah seperti jember, namun dengan tanpa menghormati penonton para produser juga adalah pebisnis yang memikirkan pendapatan dari penonton. dan hal ini pernah saya alami sendiri dikota Jember ini, saat itu saya rame-rame pengen nonton film X-Men Origins : Wolverine yang masih sangat up to date untuk ukuran film barat yang pernah diputer di Jember. pas nyampek ternyata film sudah diganti Pocong Kamar Sebelah dan Terminator Salvation, sontak kami gembira melihat bioskop ini sudah ada kemajuan dalam menampilkan film yang lebih baru. namun yang tidak kalah mengagetkan dari film horrornya adalah ternyata penonton film Terminator selain rombongan kami adalah 15 orang saja, bagi saya itulah horror yang sebenarnya. karena kita bicara pasar dan harga sebuah copy film yang tidak murah, untuk selembar tiket seharga Rp 7500 dan jam putar dengan jumlah penonton ramai hanya pada pukul 19.00 saja hal itu akan sangat sulit untuk kemudian membayangkan kedepannya bioskop ini akan semakin maju dan menyajikan film lebih up to date dan bahkan update atau impian yang lebih gila akan adanya pengusaha yang akan membuka jaringan 21 Jember, karena melihat fakta film Terminator ini saja hal tersebut sudah barang tentu sangat mustahil untuk terwujud.

Menyoal pasokan film, saya langsung teringat film Janji Joni yang meski dibuat kocak namun mengandung informasi yang kaya akan sistem perbioskopan negeri ini. saya masih belum mengetahui apakah skema dalam film janji Joni tentang bisokop tersebut bener-bener dipraktekkan dalam dunia nyata atau hanya buaian film semata, namun yang jelas penggambaran suasana dibioskop hingga sepeuluh macam ciri-ciri penonton bioskopnya hampir pernah kita rasakan. mungkin bisa jadi dahulu sistem perbioskopan terutama pembagian jam putar hingga distribusi copyan filmnya nyata, dan hal itu sangat unik ketika kita mengetahui dalam dua bisokop terdapat satu copy film yang diputar berurutan.

Kembali ke bioskop Jember, untuk mengatasi sempitnya masalah tersebut dan mengingat juga bahwa bioskop merupakan ruang publik, kemudian pemerintah adalah salah satu penyelamat yang dinilai ampuh untuk menyelesaikannya. karena disaat Jember membutuhkan sebuah resolusi terhadap bioskop reguler dan komersial, disaat yang bersamaan namun ditempat yang berbeda yang sudah memiliki bioskop dan menjadikan bioskop sebagai tempat rekreasi telah merubah dan berevolusi jauh meninggalkan Jember. mereka sudah memulainya dengan membuat bioskop sebagai art house, dimana tempat tersebut menjadi lokasi bertumbuhnya idealis tentang seni yang independen sebagai alternatif bagi penikmat seni sekaligus sebagai pertukaran budaya lewat seni audio-visual. dan hal ini sangat bagus sebagai edukasi terhadap masyarakat untuk memasyarakatkan film, namun bukan berarti hal itu murni dikuasai pemerintah karena sperti yang kita tau bahwa bahkan kebijakan pemerintah tentang perfilman sendiri terlalu memojokkan para pelaku film dan bahkan pemilik bioskop itu sendiri.

Demikian adanya karena untuk membuat bisokop saja investasinya sangat besar, bisa 1 hingga 5 miliar rupiah untuk satu gedung dengan 3-5 studio itu pun para pengusaha bioskop harus berada didalam Mall dan Mall tersebut minimal tidak bangkrut alias mememilik potensi yang baik karena usaha bioskop itu balik modalnya cukup lama. kalau membuat bioskop diluar mall spertinya tambah susah, susah disini adalah masih ada penambhan lain-lain seperti membeli tanah dan lain sebagainya. tantangan jika membuat bioskop luar mall adalah potenasi penonton juga, bila didalam mall ada pengunjung mall yang mungkin untuk makan, belanja, atau sekedar kongkow-kongkow bareng teman dan kolega, lalu bila ada lebih uang dan waktu ya nonton. bedanya dengan diluar mall adalah bioskop memang benar-benar membutuhkan orang yang hanya ingin nonton bukan kebetulan ingin nonton, dan bagi saya penonton itu menjadi dua bagian ya, ada penonton yang ingin nonton karena dia sejak dari rumah atau kantor sudah tau apa yang ingiin ditonton mungkin dengan alasan genre, aktor, sutradara kesukaan dan penonton yang kebetulan datang kebioskop dan ketika dibioskop lah mereka baru memutuskan untuk nonton apa saja yang diputer hari itu.

Kekacauan tambah merumit ketika film dan bioskop dijadikan sebagai produk wisata dngan tarif industri, hal ini makin memberatkan pihak bioskop. mungkin untuk 21 dan Blitz itu sih oke saja, tapi bagaimana dengan bioskop kecil didaerah? semisal bioskop kusuma Jember? kemudian faktor ini pulalah sektor bisnis bioskop kerap terbunuh dan itu bukan lagi hanya dari faktor DVD bajakan yang banyak didengungkan. biaya operasional yang tinggi, pasokan film yang terbatas, dan tingkat minat penonton yang kecil memang sudah merupakan bagian dari kejamnya sebuah bisnis. namun apakah hal ini kemudian dijadikan alasan sebagai ketidak pedulia terhadap film dan bioskop? bila ini sebuah persaingan, perang yang dikumandangkan sungguh tidak lah fair karena bioskop merupakan pasar yang berbeda.

Untuk bioskop Jember setidaknya pemerintah harus mengupayakan terjalinnya kerja sama yang membangun namun juga bukan berarti harus memegang kontrol penuh, setidaknya proses untuk membangkitkan usaha ini menjadi lebih maju adalah dengan kemudahan dan distribusi pasokan film. selain itu juga perlunya menamkan proses membudayakan kembali ke bioskop untuk msayarakat dari pemerintah, saya kira pemerintah mampu untuk melakukan hal itu mengingat BBJ saja sudah sampai mendunia hingga sempat menggemparkan indonesia karena JFC tampil khusus di kerajaan Inggris tempo hari. permasalahan tersebut saya yakin akan mudah teratasi dengan baik, dan pada akhirnya bioskop kusuma bukan hanya menjadi gedung bersejarah yang akan hilang ditelan waktu tanpa ada yang merawatnya. dengan cara mendorong pemuda-pemudi untuk terus mendatanginya selain untuk mengunjungi benda bersejarah namun juga terhibur dengan sajian seni bernama film, karena ketegangan, takut, bahagia, menangis ketika nonton sebuah film bersama teman, klien, keluarga, dan pasangan merupakan hal yang sangat sayang untuk dilewatkan.

Sabtu, 17 April 2010

INDONESIAN MOVIE AWARD 2010, NOMINASI



Acara penghargaan perfilman Indonesia kembali akan diselenggarakan, sebelum hari penentuan siapakah yang membawa piala tersebut. saya iseng milih-milih siapa saja dan film apa saja yang bagi saya layak mendapatkan piala tersebut, bisa saja pilihan saya meleset jauh dan bisa pula sesuai dengan pilihan.

berikut adalah nominasi Indonesian Movie Awards

Nominasi Pemeran Utama Pria Terbaik:
1. Didi Petet (Jermal)
2. Mamiek Prakoso (King)
3. Mathias Muchus (Sang Pemimpi)
4. Oka Antara (Hari Untuk Amanda)
5. Tio Pakusadewo (Identitas)

Nominasi Pemeran Utama Wanita Terbaik:
1. Atiqah Hasiholan (Jamila dan Sang Presiden)
2. Aty Kanser (Emak Ingin Naik Haji)
3. Fanny Fabriana (Hari Untuk Amanda)
4. Leony V. H. (Identitas)
5. Tika Putri (Queen Bee)

Nominasi Pemeran Pembantu Pria Terbaik:
1. Deddy Mizwar (Ketika Cinta Bertasbih 2)
2. Dwi Sasono (Wakil Rakyat)
3. Oka Antara (Queen Bee)
4. Verdi Solaiman (Ruma Maida)
5. Yayu A. W. Unru (Jermal)

Nominasi Pemeran Pembantu Wanita Terbaik:
1. Ayu Pratiwi (Emak Ingin Naik Haji)
2. Christine Hakim (Merantau)
3. Fanny Fabriana (Serigala Terakhir)
4. Meriam Bellina (Get Married 2)
5. Niniek L. Karim (Ketka Cinta Bertasbih 2)

Nominasi Pendatang Baru Pria Terbaik:
1. Chairil A. Dalimunthe (Jermal)
2. Iko Uwais (Merantau)
3. Kholidi Asadil Alam (Ketika Cinta Bertasbih 1)
4. Nazril Ilham (Sang Pemimpi)
5. Yayan Ruhian (Merantau)

Nominasi Pendatang Baru Wanita Terbaik:
1. Meyda Sefira (Ketika Cinta Bertasbih 1)
2. Oki Setiana Dewi (Ketika Cinta Bertasbih 1)
3. Olivia Lubis Jensen (Bukan Cinta Biasa)
4. Rahmi Nurullina (Ketika Cinta Bertasbih 1)

Nominasi Pasangan Terbaik:
1. Didi Petet dan Iqbal S. Manurung (Jermal)
2. Oka Antara dan Fanny Fabriana (Hari Untuk Amanda)
3. Tio Pakusadewo dan Rachel Amanda (Kata Maaf Terakhir)
4. Vino G. Bastian dan Reza Pahlevi (Serigala Terakhir)
5. Yama Carlos dan Atiqah Hasiholan (Jamila dan Sang Presiden)

Nominasi Pemeran Anak-Anak Terbaik:
1. Aldo Tansani (Garuda di Dadaku)
2. Amir Mahira (Garuda di Dadaku)
3. Iqbal S. Manurung (Jermal)
4. Amanda (Kata Maaf Terakhir)
5. Rangga Aditya (King)

Nominasi Soundtrack Terfavorit:
1. Bukan Cinta Biasa (Afgan)
2. Garuda di Dadaku (Netral)
3. Ketika Cinta Bertasbih (Melly dan Amee)
4. Main Serong (The Changcuters)
5. Sang Pemimpi (GIGI)

Nominasi Film Terfavorit:
01. Emak Ingin Naik Haji
02. King
03. Garuda di Dadaku
04. Get Married
05. Identitas
06. Jamila dan Sang Presiden
07. Jermal
08. Ketika Cinta Bertasbih
09. Ruma Maida
10. Sang Pemimpi

Note : Well, setelah memperhatikan siapa saja dan film apa saja yang dijagokan disini untuk aktor terbaik saya memilih Oka Antara, aktingnya disana sangat baik dan tidak berlebihan. untuk pemeran utama wanita sangat disayangkan hingga detik ini Emak Ingin Naik Haji belum juga saya tonton, jadi pilihan kembali kepada Fanny Fabriana dari Hari Untuk Amanda. untuk pemeran pembantu saya nyerah deh, Yayu A. W. Unru dari Jermal mungkin?, entahlah. nah kalo pemeran pembantu wanita, saya sangat menjagokan Meriam Bellina dalam Get Married 2, aktingnya seolah kita lupa bahwa dia itu aslinya orang kaya. pendatang baru pria-nya sepertinya akan jatuh kepada Kholidi Asadil Alam nih, jadi the next-nya Oka Antara. sedangkan dibagian wanita saya kurang begitu paham mengingat agak kurang begitu ngefans sama film KCB, cuma kalau berani nekad nebak sih sepertinya Meyda Sefira deh yang bakal bawa pulang pialanya. kalau pasangan terbaik tetap jatuh ke Hari Untuk Amanda, wez. dan untuk pemeran anak-anak, Amir Mahira aktingnya natural tuh jadi dia menurut saya yang paling cocok. hentakan Drum dari Netral untuk ukuran OST terbaik bagi saya, yang lain sih biasa aja tuh. nah tiba saatnya untuk memilih Film terbaik, ada sepuluh nominasi nih jadi inget nominasi Oscar bulan kemaren yang juga mencantumkan sepuluh film sebagai nominasi Best Picture. setelah mondar-mandir muter otak samapi kayak gangsing, akhirnya saya pribadi memilih Garuda Di Dadaku sebagai film terbaik/terfavorit apalagi setelah tau bahwa Hari Untuk Amanda tidak masuk nominasi, kandidat kuat dikategori ini adalah Rumah Maida. benar tidaknya tebak-tebakn ini bukanlah hasil final penghargaan tersebut mengingat acaranya masih lumayan lama


Jumat, 16 April 2010

KERAJAAN FILM KOLOSAL 2010 : DESIR PASIR PASUKAN BERKUDA MENGUASAI BIOSKOP

Meski terbilang telat, membicarakan film-film yang akan dan yang sudah dirilis tahun 2010 ini masih sangat asyik untuk kemudian publikasikan dalam post kali ini. well tiap tahun Hollywood selalu rajin mengeluarkan sebuah film baik yang berbiaya rendah sampai film dengan dana yang lumayan mengkhawatirkan pihak studio selaku penyandang dananya, uniknya acapkali tema yang diusung oleh sineas-sineas Hollywood terkadang entah tanpa sengaja atau sengaja mereka memiliki visi dan pemikiran yang sama. bagi saya tahun 2009 lalu Hollywood mencoba membombardir penonton dengan sajian sci-fi bertema khusus tentang robot-robotan, indikasi ke arah sana terlihat dari Transformers, Avatar, Astroboy, Surrogates, dan lain-lain. kini keunikan tersebut tampak dalam tema usang yang akan kembali mengisi hiburan bioskop dengan tema kolosal, epic fantasy, maupun era pertengahan. gerombolan pasukan berkuda tersebut bukan hanya disemarakkan oleh Hollywood, asia lewat film kolosalnya sudah menguasai bioskop awal tahun ini. True Legend, Confucius, 14 Blades, dan lainnya mampu memberikan alternatif standard sebuah film kolosal mengingat negeri tirai bambu memang kebanyakan bertema kolosal.

Kembali ke Hollywood, untuk mempersempit pilihan dan daftar list awal tahun kita sudah dikawal oleh The Wolfman yang meski bernaskah kurang baik namun mampu menyajikan suasana muram kota inggris tempoe doeloe dengan sukses. berselang kemudian Alice In Wonderland melaju dengan raihan Box Office yang juga tinggi karena faktor ceritanya yang memang sudah melegenda serta atas nama Tim Burton hingga membuat ekspektasi penonton ikutan naik, How To Train Your Dragon datang dengan semangat vikings yang ternyata mampu dengan entengnya mengebiri gerombolan naga lucu berbentuk full animasi. di bulan April, aksi Perseus dalam menumpas monster-monster picik langsung merangkak di tangga Box Office. namun bulan April kolosal hanya diwakili oleh film Clash Of The Titans ini, kemudian kita akan meloncat dengan tiga film kolosal sekaligus yaitu Shrek Forever After, Robin Hood, dan Prince Of Persia : The Sands Of Time di akhir Mei. Shrek 4 yang digadang-gadangkan sebagai serial terakhir mungkin akan saya lewati akibat parahnya storyline bagian ketiga tahun 2007 yang lalu sehingga menyisakan Robin Hood yang mempertemukan Crowe pada tema kolosalnya yang sebelumnya sempat memberinya Oscar tersebut, apalagi semua element dari Gladiator ternyata kumpul bareng disini yang membuatnya begitu sangat dinantikan. Prince Of Persia menyandang beban berat dengan Disney dan Bukreimer dibelakangnya, hal ini akibat belum adanya film adaptasi game yang sukses secara komersial dan baik secara kualitas sebelumnya. Solomon Kane, Harry Potter : Deathly Hollow Part 1, Chronicles Of Narnia : The Voyage Of Dawan Threader, Tangled, Season Of The Wicth,  The Last Airbender, dan Jonah Hex adalah judul lain dari rentetan daftar film kolosal lainnya yang akan menggempur bioskop kita dengan sajian debu, kuda, kastil, dan semua element khas jaman baheula tersebut.

Dari sedikit list tersebut, saya memilih lima film unggulan yang bertema kolosal tahun ini. selera mungkin beda dan judul yang akan dirilis namun belum saya sebutkan akan saya masukkan pada kesempatan selanjutnya karena keterbatasan informasi, berikut film kolosal tahun ini yang sangat saya sukai (sudah ditonton) dan saya tunggu kehadirannya (belum ditonton) :

1. The Last Airbender
2. Chronicles Of narnia 3
3. How To Train Your Dragon
4. Prince Of Persia
5. Alice In Wonderland

dan Berikut adalah beberapa scene gallery film kolosal yang sudan dan akan muncul tahun 2010


Selasa, 13 April 2010

REVIEW FILM : HACHIKO, A DOG STORY - [2010]


Sinopsis : sepulang dari kerja, Profesor Wilson [Richard Gere] mendapati seekor anjing yang tersesat. berusaha ingin mengembalikannya, kemudian anjing lucu ini malah diadopsi oleh Wilson. anjing ini pun kemudian diberi nama Hachi sesuai dari nama dalam bahasa jepang yang terdapat dikalungnya, kedekatan keduanya terus terjalin hingga maut memisahkan keduanya. 
Cast : Richard Gere (Parker Wilson), Sarah Roemer (Sarah Wilson), Joan Allen (Cate Wilson), Robert Capron (Student), Jason Alexander (Carl), Cary-Hiroyuki Tagara (Ken), Kevin DeCoste (Ronnie), Forest (Hachiko). 
Sutradara : Lasse Halstrom
Naskah : Sthepen P. Lindsey, Kaneto Shindo
Tanggal Rilis : 08 Agustus 2009 [Jepang]
Durasi : 93 Menit
Genre : Drama, Family
Tagline : A True Story Of Faith, Devotion And Undying Love
Distributors : Inferno Distributions 


Komentar kami : Sebuah drama yang pada awalnya saya pikir akan sangat membosankan diubah dengan cerdik oleh film ini, okelah sebelum saya menulis kalimat diatas terlebih dahulu berburu opini dari blog film sebelah untuk mengetahui lebih jauh tentang kehebohan film ini yang katanya mampu menguras air mata. barulah kemudian saya mencoba untuk nonton akibat dari beberapa opini yang saya dapatkan tersebut, dan barulah saya menulis kalimat diatas. bagi yang yang sudah familiar dengan kisah nyata anjing yang diberi nama Hachiko sesuai dengan nama dalam kalungnya ini pasti akan merasakan dampak luar biasa terhadap film ini, apalagi bagi yang suka dan sedang memelihara hewan tersebut pastinya akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa terhadap film ini. namun saya sendiri lain dari kriteria tersebut, meski bagi saya sebagai penikmat film haruslah fair dalam menilai sebuah tayangan sinematik. kemudian opini pun muncul untuk mengatakan bahwa film ini memang sangat baik, "akting" Hachiko sangat pas untuk membantu mereka yang tidak mempunyai atau memelihara seekor anjing supaya dengan mudah memahami apa yang dipikirkan oleh Hachi, Richard Gere seperti biasa cukup memberi sosok karismatik seorang profesor dalam cerita film ini hingga kedekatannya dengan Hachi. tema yang sederhana tak lantas membuat film ini menjadi monoton dan ditinggal penontonnya, kesetiaan Hachi untuk terus mengantarkan majikannya ke sebuah stasiun kota lalu pulang dan jam 5 sore Hachi pun sudah menunggu tuannya di stasiun adalah pelajaran yang baik hingga bahkan mulai dilupakan oleh manusia.

balas jasa yang diberikan oleh Hachi atas pertolongan dan cinta dari sang profesor membuat Hachi rela sembilan tahun menunggu distasiun menanti kedatangan tuannya yang telah lama wafat karena serangan penyakit adalah harga yang sangat mahal untuk ditemukan dalam era modern ini, apalagi kita sebagai manusia khususnya Indonesia sudah mulai tergerus budaya sosial dan merubahnya dengan sikap individualis membuat tokoh Hachi seakan sebuah pesan kronis untuk direnungkan. bagi pencinta film drama, hewan, dan film tentang hewan, jelas film ini harus masuk daftar list koleksi anda. eniwey, sayangilah apapun hewan peliharaan anda karena bagaimanapun sebenarnya mereka juga butuh kasih sayang dari kita. pesan ini juga saya dapatkan dari film tentang hewan sebelumnya yaitu How To Train Your Dragon, tak ada perbedaan diantara keduanya kecuali animasi tentunya.

REVIEW FILM : GREEN ZONE - [2010]



Sinopsis : Selama pendudukan Amerika di Baghdad tahun 2003, Kepala Perwira Roy Miller (Matt Damon) dan tim inspektur Angkatan Darat dikirim untuk menemukan senjata pemusnah massal yang diyakini disimpan di padang pasir Irak. Melacak situs bom berbahaya, para perwira ini mencari agen kimia berbahaya namun tersandung pada hambatan yang dapat membatalkan misi mereka. Dipusingkan oleh jadwal operasi yang dipercepat, Miller harus memburu agen tersebut melalui intelijen rahasia dan tersembunyi untuk mendapatkan jawaban yang jelas tentang kejahatan perang di wilayah yang tidak stabil. Dan saat keadaan makin memanas, Miller menemukan senjata yang paling sulit dipahami dari semuanya yaitu kebenaran


Review : Bicara film Green Zone tak ubahnya ketika kita sedang mengulik kembali franchise Bourne yang mengusung pemain, sutradara, dan beberapa element lainnya dalam film tersebut. namun disini Matt Damon bukanlah penderita amnesia, karena Miller (Damon) adalah pasukan khusus yang bertugas di Irak untuk mencari keberadaan sebuah senjata Kimia/Biologi. sejak peristiwa 9/11 Amerika memang giat dalam memerangi teroris ke seluruh penjuru bumi, namun khsusus film ini ada pandangan berbeda tentang perang yang sebenarnya dikumandangkan oleh negeri paman sam. sebuah usaha yang berujung kontroversial memang, namun bisa jadi hal tersebut memang kebenaran yang belum kita pahami. Akting Matt Damon cukup baik disini menandakan bahwa Paul merupakan penyelamat setelah beberapa kali main difilm lainnya yang ternyata kurang direspon positif oleh beberapa kalangan, setelah sukses menghidupkan karakter Bourne yang dingin namun mematikan di film ini Damon juga lumayan berhasil menghidupkan karakter Miller yang kerap mempertanyakan tentang apa yang sebenarnya terjadi dibalik misi yang berujung nihil tersebut. sebagai musuh, Yigal Naor juga terlihat bengis namun tenang dengan prinsip yang dianutnya. begitu pula dengan pemeran reporter, Agen CIA, dan pemegang kunci anatara Irak dan Amerika, semuanya bermain baik.

Secara teknis, setting Irak yang ditampilkan disini merupakan visualisasi yang sangat mengagumkan dan tampak real. padahal perlu diketahui, tampilan Irak disini bukanlah Irak yang sebenarnya alias syuting ditempat lain diluar Irak. point tersebut nampak terjalin dengan baik apalagi dengan tambahan score dari John Powell yang memang ahli dalam meracik nada-nada tegang dan mencekam untuk mendukung feel dalam filmnya, selain itu ciri khas Paul yaitu Handheld Camera tetap dipertahankan dalam film ini sehingga terciptalah suasana film yang digabung anatara kamera yang berdetak cepat secepat jantung berdebar diiringi oleh score yang mencekam yang terlihat juga dari suasana Irak yang tidak pasti dan penuh misteri karena sewaktu-waktu kita bisa celaka dibuatnya. Well, pada akhirnya tema yang sensitif ini tetap menghantui penghasilan film ini hingga detik ini. karena melihat Hurt Locker yang meraih enam Oscar saja tidak laris yang padahal temanya sudah bersahabat dengan Amerika, apalagi dengan tema sesensitif seperti karya Paul ini. namun meski begitu film ini tetap baik dan sangat direkomendasikan untuk ditonton baik bila dibioskop sudah mabis masa tayangnya maka home video merupakan jalan selanjutnya. karena sepertinya harga Blu Ray dan DVD sekarang semakin murah saja demi menarik minat konsumen untuk mengoleksinya kelak.

Pemain : Matt Damon (Roy Miller), Yigal Naor (General Al-Rawi), Nicoye Banks (Perry), Said Faraj (Seyyed Hamza), Jerry Della Salla (Wilkins), Sean Huze (Conway).
Sutradara : Paul Greengrass
Naskah : Brian Helgeland dan Rajiv Chandrasekaran
Tanggal Rilis : 12 Maret 2010
Durasi : 115 Menit
Genre : Action, Drama, Thriller, War.
Tagline : "Chief Warrant Officer Roy Miller is done following orders"
Distributor : Universal Pictures
Rating : R



Sabtu, 10 April 2010

REVIEW FILM : MOON - [2009]

Sinopsis : Film ini pada awalnya menampilkan footage berupa tampilan berita TV bahwa Di masa depan, umat manusia yang mengalami krisis energi, menemukan sumber tenaga baru bernamaHelium-3, sebuah sumber tenaga yang cadangan daya terbesarnya ada di bulan. Sam Bell (Sam Rockwell) adalah astronot, pegawai perusahaan penambang Lunar Industries. Ia dikontrak selama 3 tahun untuk menambang mineral di sana. Sam ditempatkan seorang diri tanpa rekan di stasiun luar angkasa. Satu-satunya teman yang dapat diajak berkomunikasi, adalah komputer dengan kecerdasan buatan bernama Gerty (Kevin Spacey). Hanya tersisa dua pekan masa tugasnya berakhir setelah 3 tahun bekerja di Bulan. Pada sebuah inspeksi rutin di permukaan bulan, tiba-tiba Sam merasa tak enak badan. Ia mengalami sakit kepala yang hebat dan berhalusinasi dan kemudian menabrak truk besar didepannya. Saat tersadar, Sam mendapati dirinya sudah kembali berada di stasiun. Dari sinilah keanehan mulai terjadi, dengan waktu yang tersisa, ia coba menguak misteri ini.

Cast : Sam Rockwell (Sam Bell), Kevin Spacey (GERTY), Dominique McElligott (Tess Bell), Rosie Shaw (Little Eve), Andrienne Shaw (Nanny).
Sutradara : Duncan Jones
Naskah : Nathan Parker dan Duncan Jones
Tanggal Rilis : 17 July 2009 [UK]
Durasi : 97 Menit
Genre : Drama, Mystery, Sci-Fi, Thriller.
Tagline : "The Last Place You’d Ever Expect To Find Yourself"
Distributors : Liberty Film, UK

Komentar Kami :  Angkasa adalah sebuah dunia luas yang sangat misterius, batas dunia ini begitu menakutkan hingga banyak kalangan menyimpulkan beberapa hal tentangnya. wahana luar angkasa juga menjadi ladang ilmu pengetahuan baru yang tidak bisa ditemukan di dunia, hingga banyak negara adikuasa berlomba-lomba untuk "menguasainya". film ini bisa dibilang ingin mengakomodasi hal tersebut dari sisi psikis para astronout-nya, dan itulah kekuatan dari film yang dibintangi oleh Sam Rockwell ini. film Moon bukanlah film dengan biaya se-raksasa Armageddon yang popcorn, bukan pula wah hingga mampu menjangkau antar galaxy seperti Star Wars, dan bukan pula begitu menakutkan seperti film Alien. film ini mencoba mencari alternatif lain yaitu thriller-psikologis, yaitu mengetengahkan faktor psikis atronout yang sendirian diluar angkasa selama tiga tahun.

Sebagai film kecil, cerita yang diracik oleh Nathan Parker dan Duncan Jones sendiri begitu apik. hal ini kembali membangunkan kita bahwa tak perlu biaya raksasa untuk membuat sebuah film fiksi ilmiah berkualitas tinggi, hanya dengan bermodal naskah yang baik maka film ini pun menjadi contoh yang harus dipikirkan lagi oleh sutradara-sutaradra sci-fi lainnya. apalagi jika mengkaitkan secara ilmiah bahwa diluar angkasa issue tentang alien masihlah simpang siur kebenarannya, yang kemudian dalam film ini kita mengenalnya hanya akibat dari halusinasi. faktor-faktor ilmiah di film ini masih lebih baik daripada film sci-fi besar lainnya yang berbiaya besar, seperti ruang hampa udara, kendaran luar angkasa, dan sulitnya terjadi percikan api, dan lain-lain.

Sam Rockwell yang kita ketahui pernah main di film Hitchhiker's Guide To The Gal;axy [2005], Frost/Nixon [2008], Charlie's Angel [2000], dan Green Mile [1999] serta akan kembali muncul tahun ini dalam Iron Man 2 sebagai Justin Hammer menjadi tugas yang berat baginya, apalagi di film ini Sam memenuhi 90% durasi filmnya sebagai atronout yang mengalami gangguan psikologis berat. namun semua itu dilahapnya dengan baik, aktingnya bagus dan sangat meyakinkan. kita seakan-akan menebak bahwa dia sedang mengalami halusinasi, namun kejutan dibelakang siap membuat anda tahu bahwa terkadang Sam bukan hanya mengalami halusinasi biasa. selanjutnya adalah Kevin Spacey yang kita ketahui pernah menjadi musuh Superman Returns [2006] yaitu sebagai Lex Luthor, disini dia hanya meminjamkan suaranya saja sebagai robot pintar bernama Gerty. namun meski begitu, suaranya sangat membantu feel film ini.

Finally, film tentang kesendirian diluar angkasa yang luas namun terasa sangat sempit ini begitu luar biasa dengan dukungan penuh Sam dan Gerty yang 90% mengisi film ini, dan disokong pula dengan detail-detail luar angkasa yang bisa dipertanggung jawabkan keilmiahannya membuat film ini selalu dikaitkan dengan 2001 : Space Oddysey yang terkenal itu. bagi penyuka film sci-fi dan film tentang psikologi, film ini sangat direkomendasikan untuk dikoleksi sebagai tontonan home video bersama keluarga anda.


Selasa, 06 April 2010

REVIEW FILM : CLASH OF THE TITANS - [2010]


Akhir-akhir ini kebiasaan keluar kota membuat kesehatan saya agak terganggu, sabtu-minggu kemaren saja saya 12 jam bermotor bersama rombongan temen2 NJIC dari Probolinggo-Bondowoso-Jember-Probolinggo-Bondowoso-Jember membuat punggung serasa remek. Namun diluar itu, saya mendapat hiburan berharga bersama temen2 SMA tersebut. Well, ngomongin April ini apalagi dikaitkan dengan film, belum apa-apa Indonesia sudah kebagian jadwal lebih dulu film Clash Of The Titans yang akan saya bahas kali ini. Jujur list selanjutnya saya tidak begitu yakin bisa melahapnya dengan sukses dibioskop, Ada Kick Ass yang sepertinya akan susah masuk ke bioskop tanah Air terutama Surabaya, terutama setelah melihat kasus Green Zone yang hingga hari ini belum ada kepastian untuk diputar dibioskop2 kota Pahlawan, Menebus Impian meski tetap ditunggu namun kekecewaan nonton Sang Pemimpi masih saja terngiang di otak untuk mempertimbangkan film ini secara lebih matang lagi, sisanya hanyalah A Nightmare On Elm Street yang dipastikan akan ditonton bulan Mei meski dirilis tanggal 30 April 2010.

Daftar film yang bertema Kolosal/Epic/Fantasy/Period/Medieval Time tahun ini semakin menumpuk, belum juga lelah ini hilang setelah berkuda bersama True Legend, 14 Blades, Confucius, The Wolfman, Alice In Wonderland 3D, dan How To Train Your Dragon 3D (khusus judul terakhir kuda diganti dengan Naga), kini dibulan April kita kedatangan oleh sebuah Epic kolosal Fantasy bertema tentang Mitology Yunani. Clash Of The Titans di Indonesia dirilis tanggal 1 April 2010, alias lima hari yang lalu. Film ini dibagi menjadi dua versi yaitu 2D dan 3D, untuk Jawa timur versi 2D bisa dinikmati diberbagai bioskop di Surabaya sedangkan yang 3D hanya diputer di Sutos XXI yang itupun mendapat jatah sore hari karena pada siangnya memutar film How To Train Your Dragon 3D. Saya nonton yang 2D karena alasan filmnya lebih asyik ditonton secara 2D daripada 3D akibat saya sering pusing bila memakai Kacamata 3D.

Clash Of The Titans adalah remake dengan judul yang sama yang dirilis pada tahun 1981 yang lalu, tentu dengan alasan untuk mengenalkan kepada generasi muda serta dengan bantuan teknology yang semakin canggih hingga dapat dengan baik dalam mengaburkan batas real dan effect komputer maka remake adalah ide yang kemudian dianggap paling menarik selain meraih keuntungan tentunya. Usaha yang sah memang, meski hal itu akan menjadi tanggung jawab yang sangat besar serta sangat sensitif apalagi bila pada saatnya nanti filmnya dianggap gagal. Tentu hujatan dan makian dari kritikus dan pengamat film seantero dunia akan menjadi daftar list mimpi buruknya sepanjang karier, faktor pendukung yang sudah pasti disukai oleh penonton adalah special effect yang sudah semakin banyak berkembang dan semakin merajalela dalam perfilman Hollywood beberapa thaun terakhir. Salah satu teknology terdepan yang sedang hangat-hangatnya adalah 3D, selain film ini saja tahun 2010 kita telah melewati 2 film 3D yaitu How To Train Your Dragon yang bryllian dan Alice In Wonderland yang pas-pasan karena model 3D-nya adalah konversi dari hasil kamera standard yang kemudian dijadikan tayangan 3D. 

Sinopsis : Terlahir dari dewa namun dibesarkan sebagai manusia, Perseus (Sam Worthington) tidak berdaya untuk menyelamatkan keluarganya dari Hades (Ralph Fiennes), dewa neraka yang penuh dendam. Dengan segala yang tersisa, Perseus sukarela memimpin misi yang berbahaya untuk mengalahkan Hades sebelum merebut kekuasaan dari Zeus (Liam Neeson). Memimpin sekelompok prajurit gagah berani, Perseus menuju ke dunia terlarang. Berperang melawan setan dan hewan-hewan menakutkan, ia hanya akan bertahan jika dia dapat menerima kekuatannya sebagai seorang dewa, menantang nasib dan menciptakan takdirnya sendiri

Cast : Liam Neeson (Zeus), Ralph Fiennes (Hades), Gemma Artenton (Io), Jason Flemyng (Calibos/Acrisius), Izabella Miko (Athena), Sam Worthington (Perseus), Alexa Davalos (Andromeda), Luke Evans (Apollo).
Sutradara : Louis Leterrier
Naskah : Travis Beacham
Tanggal Rilis : 01 April 2010 [Indonesia]
Durasi : 118 Menit
Genre : Action, Adventure, Fantasy, Romance, Family
Tagline : The Clash Begins 2.4.2010
Distributors : Warner Bross Picture

Sebelum saya nonton film ini, saya terlebih dahulu berburu review dan penilaian tentang film ini didunia maya. Dari beberapa blog film yang saya baca rata-rata menilai film ini kurang begitu recommended, lalu mengapa saya masih menonton film ini? Pertanyaan tersebut juga beberapa kali mengahantuiku yang pada akhirnya saya memberanikan diri berteriak bahwa saya nonton film ini hanya karena ingin mencari hiburan mata, melihat beberapa scene dari trailernya saya yakin bahwa film ini akan menyajikan tayangan penuh effect yang pasti akan memanjakan mata yang beberapa hari terakhir sering terlalu lelah karena menatap layar laptop dan terkena angin sewaktu mengendarai motor. Dan benar saja ternyata film ini memang sekilas lumayan memanjakan mata saya dengan effect-effect dunia fantasy tempoe doeloe yang aneh dan unik tersebut, namun bila ngomong ukuran jelas Avatar masih tetap nomer satu. Menyorot tentang kualitas naskah atau cerita film ini, dengan berat hati saya nilai sangat kurang menantang bila tidak mau dibilang jelek. begitupun dengan akting pemainnya yang sangat standard, Liam Nesson masih lebih bijaksana di film Narnia, Ralph Fiennes angin berlalu, Gemma Artenton? wajahnya bikin film ini menjadi tertolong sedikit kecuali aktingnya yang masih harus ditambah jam terbangnya. setuju dengan reviewer blog-blog film tetangga sebelah, film ini kurang begitu recommended kecuali anda hanya ingin mencari hiburan bak-bik-buk dengan Kraken, Scorpiok, dan Medusa yang kali ini dibuat menyeramkan mirip film Susanna berjudul Petualangan Cinta Nyi Blorong yang saya tonton beberapa hari yang lalu