Senin, 15 Februari 2010

REVIEW FILM : MY NAME IS KHAN - [2010]

SUTOS XXI, Row D-8, Studio-6, Date 15 Feb 2010, Time 12.15-14.55 WIB, Rp 20.000; 

*****

Review : Hari jum'at Tanggal 12 bulan february tahun 2010 ini sebenarnya terdapat empat film besar dari Hollywood yang dirilis secara serentak di USA dan begitu juga negara kita Indonesia, ada Percy Jackson And The Olympians : The Lightning Thief, Valentine's Day, The Wolfman, dan My Name Is Khan. Kesemuanya adalah film berkualitas dan menghibur. Seperti biasa untuk bulan february, Film romantis yang dulunya dipegang oleh Will Smith dalam film Hitch kini di kuasai Valentine's Day yg juga menggebrak dengan langsung bertengger di puncak Box Office, ada pula film Horror yang sebelumnya di pegang oleh Constantine-nya Keanu Reeve dan remake Friday The 13th-nya Michael Bay yang kini di handle oleh Benicio Del Toro dalam film The Wolfman, dan yang terakhir adalah film Bollywood yang mulai dilirik oleh masyarakat Amerika pasca kemenangan mutlak Slumdog Millionaire tahun lalu yang kini di pegang oleh Shah Rukh Khan dalam film tentang drama pasca 9/11 berjudul My Name Is Khan. namun meski keempat film diatas dirilis serentak ditanah air, pilihan saya tetep jatuh ke film terakhir yaitu My Name Is Khan yang sudah menyihir dan membuat saya jatuh hati sejak pertama kali melihat movie trailernya di sebuah situs khusus trailer.

Eniwey, lewat pilihan nonton film My Name Is Khan inilah gue pertama kalinya dalam sejarah nonton film India di bioskop, seru juga namun yang membuat gue tersenyum sekaligus merasa ilfil adalah kebanyakan yang nonton film ini adalah dari kaum ibu-ibu dan bapak-bapak untuk kategori dewasa apalagi remaja daftarnya makin sedikit, meski bila dihitung gender pria adalah yang terbanyak ketimbang perempuan. tapi whatever-lah, karena untuk sekelas My Name Is Khan bagi saya lebih baik ketimbang lelah ngantri film  nusantara yang kebanyakan berkutat di sekitar komedi vulgar dan horror beraroma seks yang hanya menjual aurat. diluar demografi film Bollywood diatas, kesan saya terhadap film ini adalah banyak diantara penonton (dan mungkin juga dengan saya sendiri) berkaca-kaca setelah keluar dari bioskop pas filmnya sudah bubar, hmm this is Bollywood movie people! he.. nah selain nonton film, gue tadi juga mampir beli CD Audio baru di Disctarra dan sukses membawa pulang CD Endah N' Resha album Nowhere To Go dan Andre Harihandoyo And The Sonic People album Good Song For Your Soul yang memang sudah saya incar beberapa minggu yang lalu sebagai teman saat ngeblog dan nggarap skripsi di kosn.

Balik lagi ke film, My Name Is Khan dimulai saat Rizwan Khan (Shah Rukh Khan), yang diperiksa petugas bandara karena dicurigai sebagai teroris yang diakhiri dengan pernyataan Rizwan atas keinginannya untuk bertemu dengan presiden Amerika Serikat, kemudian cerita beralur mundur saat Rizwan masih kecil (Thanay Chheda) seorang muslim yang mengidap sindrom Asperger, hidup bersama ibu (Zarina Wahab) dan adiknya (Jimmy Shergill) di wilayah Borivali di Mumbai. Saat ia dewasa (Shah Rukh Khan), Rizwan pindah ke San Fransisco dan hidup bersama adik dan iparnya. Selama disana, ia bekerja sebagai sales obat kecantikan di perusahaan milik adiknya yang sudah menikah dengan Haseena (Sonya Jehan) seorang dosen psikologi dan merupakan orang pertama yang merasakan "keanehan" tingkah Rizwan. Rizwan kemudian jatuh cinta kepada Mandira (Kajol) seorang janda, yang beragama hindu sekaligus pengusaha salon yang terkenal. Kemudian mereka menikah dan mengembangkan usaha, namun setelah peristiwa 9/11, Rizwan dan Mandira mulai menghadapi beberapa kesulitan. Dimulai dari sebuah tragedi rasialis yang kemudian membuat mereka berpisah. Ingin kembali memenangkan hati istrinya, Rizwan melewati sejumlah petualangan salah satunya adalah bertemu dengan Mama Jenny (Jennifer Echols) yang beragama kristen di sebuah kota kecil yang damai dan keinginannya untuk bertemu presiden USA berjalan dengan penuh rasialis dan kejam namun kemudian menjadi sorotan oleh sebuah wartawan TV yang berkeinginan untuk mengangkat profilnya hingga mempertemukannya dengan presiden Barack Obama (Christopher B. Duncan). mengenai apa yang ingin di utarakan oleh Rizwan ke Presiden Amerika, mending nonton ke bioskop aja karena hal itu masih mengandung spoiler dan tentu tidak akan saya ungkapkan disini. lagian, film ini masih hangat-hangatnya lho di bioskop.

Setelah sekian banyak film yang bertemakan runtuhnya WTC tahun 2001 lalu salah satunya diwakili oleh United 93 dan WTC, praktis hanya film ini yang memiliki pandangan berbeda bahwa tidak semua orang muslim yang berwajah asia terutama daerah timur tengah itu teroris. seperti pesan ibunya saat peristiwa perang antara islam dan hindu meletus di India yang berbunyi "hanya ada dua macam insan didunia ini, yaitu orang yang melakukan kebaikan dan yang satunya adalah orang yang melakukan kejahatan", dan lewat film ini pula sebuah paradigma tentang konsep teroris, jihad, dan islam yang mengakar di benak setiap warga amerika sedikit-demi-sedikit mulai berubah, namun dengan plot seperti ini film yang sutradarai oleh Karan Johar yang pernah sukses membuat Kuch Kuch Hota Hai ini menjadi sangat sensitif. dan terbukti dengan raihan Box Office-nya untuk sekelas film hollywood sangat memprihatinkan. Namun berhasil mencetak rekor film India dengan opening tertinggi baik waktu diputar di Amerika, Inggris, maupun Jerman.

"Dengan arahan sutradara andal Karan Johar dan musik pengiring yang menggugah oleh Shankar, Ehsaan & Loy, Khan membuat kita mudah meneteskan air mata seraya mengajarkan kita mengenai Islam dan toleransi," surat kabar Times.

Dari sektor teknis, seperti biasa chermistry SRK (Shah Rukh Khan) dan Kajol sangat pas dan merupakan pasangan ideal seperti yang mereka tunjukkan dalam film Kuch Kuch Hota Hai, Kabhi Kushi Kabhi Gham, dan Dilwale Dulhania Le Jayenge. cara bertutur SRK yang khas dipandu dengan Kajol yang kali ini terlihat makin prima membuat cerita film sepanjang 161 menit ini tidak membosankan meski beberapa adegan memang terlihat dipanjang-panjangkan, gaya penuturan film yang naskahnya di tulis oleh Shibani Bathija ini tampak beda dari film Bollywood lainnya yaitu dengan mengurangi adegan tari-tarian dan tingkah laku bombastis dan berlebihan seperti yang sudah lazim dipraktekkan oleh sineas-sineas India pada umumnya. namun sang penulis tetap memakai jurus ampuh khas film Bollywood yang selalu sukses mengobrak-abrik perasaan penonton untuk ikut terbawa suasana haru yang dialami karakter dalam filmnya hingga kemudian berpotensi membuat banjir air mata di dalam bioskop hingga ending kredit keluar. Well, karena gue meski sudah menyukai film Bollywood sejak dahulu kala namun baru pertama kali ini nonton film India lewat media bioskop apalagi untuk sekelas XXI, jadi gue masih menganggap film ini adalah salah satu film Bollywood terbaik yang pernah saya tonton dengan berbagai kelebihan diantaranya adalah pemain film ini adalah mega bintang Bollywood, di buat oleh patungan antara Darma Production dan  20th Century Fox, ceritanya nggak secetek film Bollywood lainnya, dan soundtracknya yang juga mengalun indah, serta yang terakhir adalah karena nontonnya di bioskop. btw bagi anda yang menyukai film Bollywood maka segeralah mengunjungi bioskop terdekat di kota anda, dan bagi yang tidak suka namun hanya ingin punya pengalaman nonton film Bollywood gue sarankan tontonlah film ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Blog ni gak seru kalo gak ada komentar anda